JOKOWI, GIBRAN, DAN PRABOWO: KONGSI CULAS PERUSAK DEMOKRASI

  

Kenapa Jokowi ingin Gibran jadi cawapres? Tentu soal nasib anak-anak, menantu, dan keluarganya. Soal dinasti politik dan gurita bisnis. Soal proyek-proyek yang diduga bermasalah.

Ada ratusan proyek strategis nasional di masa pemerintahan Jokowi dengan anggaran lebih dari Rp 5.700 triliun yang belum tuntas terselesaikan. Ini yang buat Jokowi ketar ketir soal masa depannya: Proyek mangkrak, kemungkinan terseret secara hukum, korupsi proyek yang massif, dll.

Ibu Kota Negara misalnya. Proyek yang habiskan anggaran hampir 500 triliun rupiah sampai 2045 ini bermasalah karena melabrak prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik.

Jokowi dan para pendukungnya paham soal kondisi kesehatan Prabowo. Mereka seperti berharap Prabowo tak akan tuntas masa jabatan, karena alasan kesehatan, akan berhenti di tengah jalan. Dengan demikian, Gibran berpeluang besar menjadi presiden. Tentu saja mengerikan, mengingat kapasitas, reputasi, kredibilitas, dan integritas Gibran yang patut diragukan. Majalah Tempo bahkan menyebut ini sebagai skenario culas.

Sementara bagi Prabowo, dengan menggandeng Gibran, maka dia mendapatkan garansi dukungan Jokowi, yang approval ratingnya tinggi. Sokongan Jokowi bisa menarik kelompok pendukung dan pemilihnya ke kubu Prabowo. Apalagi naiknya elektabilitas Prabowo belakangan ini ditengarai berasal dari limpahan dukungan dari basis pemilih Jokowi pada 2019.

Soal approval rating Jokowi yang tinggi, bisa dikatakan artifisial, karena Jokowi terus menerus mengucurkan bantuan sosial kepada rakyat. Rakyat di level bawah terbuai dan tidak memahami, bahwa republik ini telah digiring kepada kerusakan demokrasi yang mengerikan di sepanjang masa pemerintahan Jokowi.

Maka kongsi Jokowi dan Prabowo untuk memuluskan pencawapresan Gibran adalah skenario culas yang merusak demokrasi dan mengkhianati Reformasi 1998.

#mahkamahkeluarga #kamimuak #mahkamahkonstitusi